Monday, February 24, 2014

Metode Kritik Deskriftif dan Metode Kritik Impressionistik


1.                  Metode Kritik Deskriftif
           Pengertian :
-          Metode (method), secara harfiah berarti cara. Selain itu metode atau metodik berasal dari bahasa Greeka, metha, (melalui atau melewati), dan hodos (jalan atau cara), jadi metode bisa berarti jalan atau cara yang harus di lalui untuk mencapai tujuan tertentu.
-          Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.
-          Deskripsi adalah salah satu kaedah upaya pengolahan data menjadi sesuatu yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat dengan tujuan agar dapat dimengerti oleh orang yang tidak langsung mengalaminya sendiri
-          Jadi Metode Kritik Deskrifti adalah metode penganalisaan dan evaluasi masalah dengan pengolahan data yang diutarakan secara jelas dan tepat dengan tujuan agar dapat dimengerti oleh orang yang tidak langsung mengalaminya.

Jenis Metode Kritik Deskriftif
-          Depictive Criticism (Gambaran Bangunan)
1.      Static (secara grafis)
Yakni, melaporkan suatu bangunan apa adanya. Tidak memberikan pernyataan baik buruknya bangunan atau kelebihan dan kekurangan bangunan tersebut. Lebih bersifat laporan dibandingkan dengan kritikan.
2.      Dynamic (secara verbal)
Yakni, melakukan penganalisaan digunakan untuk apa bangunan tersebut, apa yang terjadi didalam bangunan tersebut. Pengamat melakukan pengamatan dengan harus meneliti kegiatan – kegiatan yang berlangsung.
3.      Process (secara Prosedural)
Yakni, pengamatan yang dilakukan bukan hanya dari bangunan tersebut dibuat tetapi di lakukan sebelumnya. Sejak mulai direncanakan.

-          Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
Kritik yang dicurahkan pada si Arsitek, gaya arsitek tersebut dll
-          Contextual Criticism (Peristiwa)
Kritik yang dilakukan tidak hanya pada bangunan tersebut, tetapi juga pada kondisi social dan lingkungan bangunan tersebut.

2.                  Metode Kritik Impressionistik

Pada metode ini lebih menjelaskan bangunan menggunakan perasaan. Yakni membuat bangunan bukan hanya sekedar bangunan tetapi memiliki ikatan batin tertentu dengan si pengguna.
Contoh pada bangunan rumah, bukan hanya tempat berlindung dari cuaca dan tempat beristirahat. Tetapi lebih dari itu, sebagai teman, sebagai tempat berkumpul dengan keluarga yang member arti khusus bagi penggunanya.
Hal ini baik karena membuat perasaan yang tidak bisa dilihat tetapi dinilai bukan sebagai penilaian arsitektur tetapi lebih ke psikologi.


Wednesday, January 30, 2013

Skema Proses Perencanaan


Perencanaan Fisik Pembangunan


PERENCANAAN FISIK PEMBANGUNAN

perencanaa fisik pembangunan
Perencanaa fisik adalah suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisik.

4 lingkup
-nasional
-regional
-lokal
-sektor swasta
LINGKUP NASIONAL
Kewenangan semua instasi tingkat pemerintahan pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral. departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah
-departemen pekerjaan umum
-departemen perhubungan
-departemen perindustrian
-departemen pertanian
-departemen pertambangan
-energi departemen nakertrans
Perencanaan fisik pada tingkat nasional tidak memepertimbangkan distribusi kegiatan tata ruang secara spesifikasi dan mendetail.
missal nya :
program subsidi untuk pembangunan peruamahan atau program perbaikan kampong pada tingkat nasional tidak akan di bahas secara terperinci dan tidak membahas spesifikasi program ini pada suatu daerah.
LINGKUP REGIONAL
instasi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkat regional di Indonesia adalah pemda tingkat 1 di samping adanya dinas-dinas daerah maupun vertical.
contohnya :
-dinas PU
-DLLAJR
-kanwil-kanwil yang mengkoordinasi adalah BAPPEDA tingkat 1 di setiap provinsi.
Walaupun pertingkat kota dan kabupaten konsistensi sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah di gariskan di atas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai ketentuan dalam mengurus perencanaan wilayah sendiri


LINGKUP LOKAL
tingkat kodya atau kabupaten biasanya seperti di bebankan kepada dinas-dinas.
contohnya : dinas PU,dinas TATA KOTA,dinas kebersihan,dinas pengawasan pembangunan kota,dinas kesehatan,dinas PDAM.
berdasarkan kepres NO.27 th 1980 utnuk BAPPEDA tingkat II

LINGKUP SWASTA
Lingkup swasta dulu nya hanyalah sebatas pada skala perencanaan pembangunan perumahan,jaringan utilitas,pusat perbelanjaan.sekarang semakin positive menjadi indicator untuk memicu diri bagi instasi pemerintahan maupun BUMN.
persaingan muncul menjadikan tolak ukur bagi tiap-tiap competitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan atau produk

Study Kasus Hukum Perburuhan No. 12 TH 1964 Tentang PHK


PHK di Jabar Capai 20.000 Lebih

BANDUNG, KAMIS — Sejak bulan November 2008, sudah lebih dari 20.000 orang tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Ancaman PHK masih akan berlanjut pada tahun 2009 di saat dampak krisis finansial global diperkirakan semakin menggoncang sektor riil.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, Dedy Wijaya, mengisyaratkan, di tahun 2009, sekitar 15.000 pekerja berpotensi di-PHK apabila krisis masih berkepanjangan. "Saat ini, 15.000 tenaga kerja tersebut telah dirumahkan," ungkap Dedi di Bandung, Kamis (8/1).
Di awal 2009 ini, kondisi dunia usaha belum juga membaik. Sebagian pelaku usaha masih kesulitan mendaparkan order ekspor. Di sisi lain, biaya produksi dipastikan terus bertambah. Untuk mengurangi beban produksi tersebut, pengusaha terpaksa merumahkan tenaga kerjanya.
"Apabila upaya merumahkan pekerja dinilai kurang berpengaruh, pengusaha akhirnya melakukan PHK. Saat ini, hampir seluruh sektor industri di Jabar telah mem-PHK atau setidaknya merumahkan pekerjanya," ujar Dedi.
Menurut dia, sebagian besar kasus PHK terjadi di wilayah sentra industri. Di antaranya, Karawang, Bekasi, Bogor, Purwakarta, dan Kabupaten Bandung. (www.kompas.com)

Hukum Perikatan Undang-Undang

Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
  1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
  2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
  3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
  1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
  2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
  3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
 Sumber : rangkum wikipedia

Contoh Hukum Perikatan Perjanjian


CONTOH KONTRAK KERJA BIDANG KONSTRUKSI :
SURAT PERJANJIAN KERJA
Nomor : OO1/SPK015/XI/05

T E N T A N G
PEKERJAAN PEMBANGUNAN DINDING PARTISI PT. JAYA MAJU
CABANG BEKASI
ANTARA
PT. ANTARA

DENGAN
CV. PANCA INDERA

Pada hari ini Kamis tanggal Dua Bulan November tahun Dua Ribu Lima kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama : HASAN
Jabatan : Branch Controller
Mewakili : PT ANTARA
Alamat : Jalan Mawar - Bekasi

Yang selanjutnya dalam Surat Perjanjian Kerja ini disebut PIHAK PERTAMA.

2. Nama : SEPTIADI
Jabatan : General Manager
Mewakili : CV PANCA INDERA
Alamat : Jl. Alamanda - Bekasi
Telpon : 021-729 2727
Yang selanjutnya dalam Surat Perjanjian Kerja ini disebut PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA telah sepakat bersama-sama mengadakan Perjanjian / Kontrak Kerja Pekerjaan PEMBANGUNAN DINDING PARTISI PT. JAYA MAJU Cabang BEKASI yang mengikat menurut ketentuan sebagaimana tercantum menurut pasal-pasal sebagai berikut :
PASAL 1

TUGAS PEKERJAAN

PIHAK PERTAMA dalam kedudukannya seperti tersebut diatas memberi tugas kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA menerima tugas-tugas tersebut untuk melaksanakan Pekerjaan PEMBANGUNAN DINDING PARTISI PT JAYA MAJU cabang BEKASI.

PASAL 2

JUMLAH HARGA BORONGAN

Jumlah Harga Borongan pekerjaan tersebut adalah sebesar Rp. 99,000,000.-- (Sembilan Puluh Sembilan Juta Rupiah) sesuai bahan/material yang tertera di dalam penawaran akhir. (Lihat lampiran A)

PASAL 3

CARA PEMBAYARAN

1. PIHAK KEDUA dapat menerima uang muka sebesar 30% dari nilai kontrak atau sebesar 30% x Rp. 99.000.000 = Rp. 29,700,000.-- (Dua Puluh Sembilan Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah ), melalui Bank BNI 1234-242-1414 dan pekerjaan akan dimulai setelah diadakan pembayaran uang muka dari pihak pertama.
2. Pembayaran berikutnya dilaksanakan oleh PT JAYA MAJU Cabang BEKASI yang diatur sebagai berikut :
a). Pembayaran kedua sebesar 30 % dari harga borongan apabila kemajuan fisik pekerjaan telah mencapai 65 % yang di buktikan dengan laporan kemajuan fisik.
b). Pembayaran Ketiga sebesar 35% dari harga borongan yang di bayarkan apabila kemajuan pekerjaan telah mencapai 100% yang di buktikan dengan laporan kemajuan fisik.
c). Pembayaran Keempat sebesar 5 % apabila masa waktu pemeliharaan telah selesai selama 1 bulan.

PASAL 4

LAMA PEKERJAAN DAN SANKSI

1. Lama pekerjaan yang disanggupkan adalah 40 hari sejak hari Rabu tanggal 10 November 2005 (uang muka diterima) sampai dengan penyerahan pada hari Jumat tanggal 10 Desember 2005.
2. Apabila terjadi keterlambatan penyerahan hasil pekerjaan maka berdasarkan Surat Perjanjian Kerja ini, PIHAK KEDUA dikenakan denda sebesar 1/1000 (Satu Perseribu) dari Harga Borongan / Nilai Kontrak untuk setiap hari kelambatan.

PASAL 5

PERSELISIHAN DAN DOMISILI

1. Apabila terjadi perselisihan antar kedua belah pihak, maka pada dasarnya akan diselesaikan secara musyawarah.
2. Apabila dalam musyawarah tersebut tidak diperoleh penyelesaian, maka perselisihan tersebut diselesaikan oleh suatu Panitia Arbitrage yang terdiri dari seorang wakil PIHAK PERTAMA, seorang wakil PIHAK KEDUA dan seorang wakil PIHAK KETIGA yang dipilih oleh kedua belah pihak yang memilih tempat kedudukan yang sah dan tidak berubah di kantor Pengadilan Negeri Bangka -Belitung.
3. Selama proses penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah, tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda pelaksanaan pekerjaan sesuai jadwal yang ditetapkan.

PASAL 6

P E N U T U P

1. Surat perjanjian Kerja ini dinyatakan sah, mengikat kedua belah pihak dan berlaku setelah ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada hari, tanggal, bulan dan tahun tersebut di atas.
2. Surat Perjanjian Kerja ini dibuat dalam 2 rangkap bermaterai cukup / Rp. 6.000,- (Enam Ribu Rupiah) dan mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dan selebihnya diberikan kepada pihak-pihak yang ada hubungannya dengan pekerjaan ini.

SANKSI PELANGGARAN KONTRAK
Kontrak kerja kontruksi merupakan ukuran pasti dalam mengadakan pekerjaan kontruksi, sehingga pelanggaran kontrak kerja kontruksi merupakan kejadian yang timbul karena salah satu pihak melakukan tindakan cidera janji (wanprestasi). Jadi, penyelesaian hukum yang diambil adalah secara kontraktual.


sumber:
• http://id.shvoong.com
• http://know.brr.go.id
• http://media.hariantabengan.com

Contoh Study Kasus UU No. 24 TH. 1992, Tentang Tata Ruang


Pemilikan tanah diawali dengan munduduki suatu wilayah yang oleh masyarakat Adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya di wilayah pedesan di luar Jawa, tanah ini diakui oleh hukum Adat tak tertulis baik berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah.
Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat, tanah milik bersama masyarakat Adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal di dalam sistem pemilikan komunal.
Situasi ini terus berlangsung di dalam wilayah kerajaan dan kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan kolonial Belanda pada abad ke tujuhbelas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka.
Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah di bawah hukum Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum pertanahan kolonial, tanah bersama milik Adat dan tanah milik Adat perorangan adalah tanah di bawah penguasaan negara.
Hak individual atas tanah, seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat. Hak milik ini umumnya diberikan atas tanah-tanah di perkotaan dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan.

Hak Hak Atas Tanah Sekarang:
Berbeda dangan politik domein-verklaaring di masa penjajahan Belanda, dewasa ini tanah yang belum atau tidak melekat atau terdaftar dengan sesuatu hak atas tanah di atasnya, maka tanah tersebut adalah Tanah Negara. Di pulau Jawa, hal ini ditandai dengan tidak terdaftarnya tanah tersebut sebagai tanah obyek pajak di Buku C Desa, atau tercatat dalam buku Desa sebagai Tanah Negara atau GG (Government Grond).

Jenis hak-hak atas tanah dewasa ini, adalah:

1. Hak Milik
2. Hak Guna Bangunan
3. Hak Guna Usaha
4. Hak Pakai
5. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
6. Hak Pengelolaan
7. Hak Tanggungan di atas sesuatu hak atas tanah

Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah:
UU No.5/1960 tentang Pokok-pokok Agaria
UU No.3/Prp/1960 tentang Penguasaan Benda-benda tetap milik perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)
UU No.51/1960 tantang Larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya
PP No.40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah
PP No.39/1973 tentang Acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya
Peraturan Presidium Kabinet No.5/Prk/1965 tentang Penegasan status rumah/tanah kepunyaan badan-badan hukum yang ditinggalkan direksi/pengurusnya (Prk.5)
Keppres No.55/1993 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
Keppres No.32/1979 tentang Pokok kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak Barat
Inpres No.9/1973 tentang Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya
Peraturan MNA/KaBPN No.1/1994 tentang Ketentuan pelaksanaan Keppres No.55/1993
Peraturan MNA/KaBPN No.3/1999 tentang Pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara
Peraturan MNA/KaBPN No.9/1999 tentang Tatacara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak Pengelolaan

Contoh kasus:
Salah satu contoh permasalahan yang timbul menyangkut permasalahan perukiman contohnya adaah masalah permuiman di rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Rusun tersebut makin hari makin ditinggali penghuninya karena tidak betah tinggal didalamnya,hal ii karena sarana/fasilitas pendukung yang kurang memadai. Ditambah Perhimpunan Penghuni Rusun (PPRS), dimana pembentukannya oleh pengembang atau manajemennya bukan penghuni rusun.Padahal jelas-jelas namanya Perhimpunan Penghuni Rusun, mengapa pembentukanya oleh pengembang??? bukankah seharusnya oleh penghuni rusun itu sendiri! Bahkan terkadang mereka meminta biaya operasional yang tidak transparan dan memberatkan penghuni rumah susun. PPRS juga tidak menyampaikan laporan pemasukan dan pengeluaran keuangan, serta menetapkan iuran bulanan secara sepihak tanpa terlebih dahulu menyampaikan rencana anggaran tahunan.
suatu permukiman yang dalam hal ini mencontohkan rumah susun. Sebetulnya berperan penting dalam menjawab keterbatasan lahan yang makin hari makin terbatas, Tetapi pembangunan rumah susun yang tidak dilengkapi fasilitas pendukung sama saja bohong! Karena penghuni sangat membutuhkan fasilitas tersebut. Bagaiman mungkn seseorang akan hidup nyaman aman dan tentram kalau fasilitas pendukungnya tidak ada ataupun kurang. Contohnya saja rumah susun yang tidak ada ruang bersamanya, contohnya seperti taman bermain ataupun sarana olahraga yang merupakan salah satu sarana bersosialisasi.  Contoh diatas menggambarkan rumah susun yang fasilitas pendukungnya tidak memadai penghuninya dan karena Perhimpunan Penghuni Rusun (PPRS), dimana pembentukannya oleh pengembang atau manajemennya bukan penghuni rusun.