P E N J E L A S A N
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1992
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1992
TENTANG
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
UMUM
|
||||
Untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan pembangunan nasional,
yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan
pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu
masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.
|
||||
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar
manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak
serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi
kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat.
|
||||
Perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat
sebagai sarana kebutuhan kehidupa semata-mata, tetapi lebih dari itu
merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk
memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri.
|
||||
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum
dalam pembangunan dan pemilikan, setiap pembangunan rumah hanya dapat
dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
||||
Sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan
permukiman harus diganti secara nasional karena tanah merupakan sumber daya
alam yang tidak dapat bertambah akan tetapi harus digunakan dan dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Proses penyediaannya harus
dikelola dan dikendalikan oleh Pemerintah agar supaya penggunaan dan
pemanfaatannya dapat menjangkau masyarakat secara adil dan merata tanpa
menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya
masyarakat.
|
||||
Untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dalam
rangka memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang dan sesuai
dengan rencana tata ruang, Suatu wilayah permukiman ditetapkan sebagai
kawasan siap bangun yang dilengkapi jaringan prasarana primer dan sekunder
lingkungan.
|
||||
Penyelenggaran pembangunan perumahan dan
permukiman mendorong dan memperkukuh demokrasi ekonomi serta memberikan
kesempatan yang sama dan saling menunjang antara badan usaha negara,
koperasi, dan swasta berdasarkan asas kekeluargaan.
|
||||
Pembangunan di bidang perumahan dan permukiman
yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berperan serta.
Di samping usaha peningkatan pembangunan perumahan dan permukiman perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaannya. |
||||
Sejalan dengan peran serta masyarakat di dalam
pembangunan perumahan dan permukiman, Pemerintah mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab untuk melakukan pembinaan dalam wujud pengaturan dan
pembimbingan, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan dan kemudahan,
penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait antara
lain tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan
komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan,
sumber daya manusia serta peraturan perundang-undangan.
|
||||
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria yang menjamin perlindungan hak-hak atas tanah yang
dimiliki pemilik tanah, dalam pelepasan hak atas tanah didasarkan pada asas
kesepakatan, memberikan landasan bagi setiap kegiatan pembangunan di bidang
perumahan dan permukiman untuk terjaminnya kepastian dan ketertiban hukum
tentang penggunaan dan pemanfaatan tanah.
|
||||
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah memberikan landasan bagi pembangunan
perumahan dan permukiman yang pada hakikatnya sangat kompleks dan bersifat
multidimensional serta multisektoral, perlu ditangani secara terpadu melalui
koordinasi yang berjenjang di setiap tingkat pemerintahan serta harus sesuai
dengan tata ruang.
|
||||
Di samping itu, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974,
juga memberikan landasan bagi pembinaan perangkat kelembagaan di daerah
dalam rangka penyerahan urusan pemerintahan di daerah dengan pelaksanaan
otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan titik berat pada
daerah tingkat II.
|
||||
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, memberikan landasan bagi pembinaan penyuluhan kegiatan
pembangunan perumahan dan permukiman di daerah perdesaan dalam rangka
mendorong dan menggerakkan usaha bersama masyarakat secara swadaya.
|
||||
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan landasan
bagi kewajiban melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan perumahan dan
permukiman, sejalan dengan kewajiban setiap orang atau badan yang melakukan
kegiatan pembangunan rumah atau perumahan untuk memenuhi persyaratan teknis,
ekologis, dan administratif.
|
||||
Guna menjawab tuntutan kebutuhan perumahan dan
permukiman pada masa kini dan masa yang akan datang, Undang-undang Nomor 1
Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-undang (Lembaran
Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak
sesuai. Sehubungan dengan itu, maka dipandang perlu untuk mengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tersebut dengan Undang-undang baru tentang
Perumahan dan Permukiman.
|
||||
PASAL DEMI PASAL
|
||||
Pasal 1
|
||||
Angka 1
|
||||
Selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian yang digunakan manusia untuk berlindung dari gangguan iklim dan
makhluk hidup lainnya, rumah juga merupakan tempat awal pengembangan
kehidupan dan penghidupan keluarga, dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, dan teratur.
|
||||
Angka 2
|
||||
Selain berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian untuk mengembangkan kehidupan dan penghidupan
keluarga, perumahan juga merupakan tempat untuk menyelenggarakan kegiatan
bermasyarakat dalam lingkup terbatas. Penataan ruang dan kelengkapan
prasarana dan sarana lingkungan dan sebagainya, dimaksudkan agar lingkungan
tersebut akan merupakan lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
serta dapat berfungsi sebagaimana diharapkan.
|
||||
Angka 3
|
||||
Permukiman yang dimaksud dalam Undang-undang ini
mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh lingkungan
hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan
kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan
sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
|
||||
Angka 4
|
||||
Satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan
perumahan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang tertentu, yang
dilengkapi dengan sistem prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja
terbatas dan dengan penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga
memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal.
|
||||
Angka 5
|
||||
Sarana dasar yang utama bagi berfungsinya suatu
lingkungan permukiman adalah :
|
||||
1.
|
jaringan jalan untuk mobilitas manusia dan
angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta untuk menciptakan ruang
dan bangunan yang teratur.
|
|||
2.
|
jaringan saluran pembuangan air limbah dan tempat
pembuangan sampah untuk kesehatan lingkungan.
|
|||
3.
|
jaringan saluran air hujan untuk pematusan (drainase)
dan pencegahan banjir setempat.
|
|||
Dalam keadaan tidak terdapat air tanah sebagai
sumber air bersih, jaringan air bersih merupakan sarana dasar.
|
||||
Angka 6
|
||||
Fasilitas penunjang dimaksud dapat meliputi aspek
ekonomi yang antara lain, berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan yang
tidak mencemari lingkungan, sedangkan fasilitas penunjang yang meliputi
aspek sosial budaya, antara lain berupa bangunan pelayanan umum dan
pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga,
pemakaman, dan pertamanan.
|
||||
Angka 7
|
||||
Utilitas umum meliputi antara lain jaringan air
bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan
transportasi, dan pemadam kebakaran. Utilitas umum membutuhkan pengelolaan
secara berkelanjutan dan profesional oleh badan usaha agar dapat memberikan
pelayanan yang memadai kepada masyarakat.
|
||||
Angka 8
|
||||
Yang dimaksud dengan jaringan primer prasarana
lingkungan dalam kawasan siap bangun adalah jaringan utama yang
menghubungkan antar kawasan permukiman atau antara kawasan permukiman dan
kawasan yang lain.
|
||||
Jaringan sekunder prasarana lingkungan adalah
jaringan cabang dari jaringan primer prasarana lingkungan yang melayani
kebutuhan di dalam satu-satuan lingkungan permukiman.
|
||||
Dengan adanya jaringan primer dan jaringan
sekunder maka dapat terbentuk suatu sistem jaringan prasarana lingkungan
dalam kawasan siap bangun secara hierarkis berjenjang.
|
||||
Angka 9
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Angka 10
|
||||
Penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah
perkotaan perlu dibakukan, selain untuk menghemat dalam investasi prasarana
lingkungan juga untuk mencegah penggunaan di bawah standar atau melampaui
standar melalui penerapan persyaratan pembakuan dan penetapan pola rencana
tata ruang.
|
||||
Angka 11
|
||||
Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan
sendiri oleh masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi tanah, dapat
dilaksanakan dengan dana yang lebih kecil dari pada yang dilakukan oleh
badan usaha di bidang perumahan dan permukiman.
|
||||
Penyelenggaraannya dilakukan oleh usaha bersama
masyarakat secara swadaya dengan bimbingan pemerintah daerah serta dapat
melibatkan kelompok profesi dan kelompok minat di dalam masyarakat di bidang
pembangunan perumahan dan permukiman.
|
||||
Pasal 2
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Undang-undang ini mengatur rumah dan perumahan,
baik di dalam maupun di luar kawasan atau lingkungan permukiman, dan
mencegah adanya anggapan bahwa tidak ada rumah dan perumahan selain yang
berada di kawasan atau di lingkungan permukiman.
|
||||
Rumah dan perumahan yang berada di luar kawasan
atau lingkungan permukiman, misalnya rumah dan perumahan di dalam kawasan
industri, kawasan pariwisata, serta rumah-rumah yang letaknya
terpencar-pencar dan tidak membentuk suatu lingkungan permukiman.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 3
|
||||
Asas manfaat memberikan landasan agar pelaksanaan
pembangunan perumahan dan permukiman yang menggunakan berbagai sumber daya
yang terbatas dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat.
|
||||
Asas adil dan merata memberikan landasan agar
hasil-hasil pembangunan perumahan dan permukiman dapat dinikmati secara adil
dan merata oleh seluruh rakyat.
|
||||
Asas kebersamaan dan kekeluargaan memberikan
landasan agar golongan masyarakat yang kuat membantu golongan masyarakat
yang lemah dan menccgah terjadinya lingkungan permukiman yang eksklusif.
|
||||
Asas kepercayaan kepada diri sendiri memberikan
landasan agar segala usaha dan kegiatan dalam pembangunan perumahan dan
permukiman bertumpu pada prakarsa, swadaya dan peran serta masyarakat
sehingga mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri.
|
||||
Asas keterjangkauan memberikan landasan agar hasil
pembangunan perumahan dan permukiman dapat dijangkau oleh masyarakat
berpenghasilan rendah.
|
||||
Asas kelestarian lingkungan hidup memberikan
landasan untuk menunjang pembangunan berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
|
||||
Pasal 4
|
||||
Huruf a
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Huruf b
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Huruf c
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Huruf d
|
||||
Bidang-bidang lain adalah bidang yang antara lain
dapat mendukung ketertiban kehidupan masyarakat dan stabilitas nasional yang
dinamis.
|
||||
Pasal 5
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Pemenuhan hak warga negara tersebut dapat
dilakukan dengan cara membangun sendiri atau dengan cara sewa, membeli
secara tunai ataupun angsuran, hibah dan cara lain yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
||||
Menempati atau menikmati rumah merupakan pemenuhan
hak sebelum dapat memiliki rumah sendiri.
|
||||
Rumah yang layak adalah bangunan rumah yang
sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan
minimum luas bangunan serta kesehatan penghuniannya.
|
||||
Lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan penataan ruang, persyaratan
penggunaan tanah, pemilikan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana serta
sarana lingkungannya.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 6
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas
hubungan status rumah dan tanah.
|
||||
Hal ini diperlukan untuk mewujudkan ketertiban,
dan ketenteraman baik dalam pembangunan rumah maupun dalam pemanfaatannya.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Perjanjian tertulis dimaksud memuat ketentuan
mengenai :
|
||||
a.
|
hak dan kewajiban pihak yang membangun rumah dan
pihak yang memiliki hak atas tanah;
|
|||
b.
|
jangka waktu pemanfaatan tanah dan penguasaan
rumah oleh pihak yang membangun rumah atau yang dikuasakannya.
|
|||
Dengan demikian dapat dicegah hal-hal yang
memungkinkan dikuasai atau digunakannya tanah oleh bukan pemilik hak atas
tanah tanpa batas waktu dan penyimpangan dari peraturan perundang-undangan
di bidang agraria.
|
||||
Pasal 7
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Yang dimaksud dengan membangun rumah atau
perumahan termasuk membangun baru, memugar, memperluas rumah atau perumahan,
dengan mempertimbangkan faktor-faktor setempat mengenai keadaan fisik,
ekonomi, sosial dan budaya serta keterjangkauan masyarakat, baik di daerah
perkotaan maupun di daerah pedesaan.
|
||||
Pengertian setiap orang atau badan adalah warga
negara Indonesia dan badan hukum Indonesia serta warga negara asing penduduk
Indonesia dan badan asing yang berkedudukan di Indonesia, yang menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dibenarkan untuk membangun
rumah atau perumahan.
|
||||
Untuk mewujudkan rumah yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, dan teratur, maka pembangunan rumah atau perumahan
wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif serta wajib
melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan.
|
||||
Persyaratan teknis berkaitan dengan keselamatan
dan kenyamanan bangunan, dan keandalan sarana serta prasarana lingkungannya.
Persyaratan ekologis berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik
antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan
sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan.
|
||||
Persyaratan administratif berkaitan dengan
pemberian izin usaha, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan serta
pemberian hak atas tanah.
|
||||
Pemantauan lingkungan bertujuan untuk mengetahui
dampak negatif yang terjadi selama pelaksanaan pembangunan rumah atau
perumahan, sedangkan pengelolaan lingkungan bertujuan untuk dapat mengambil
tindakan koreksi bila terjadi dampak negatif dari pembangunan rumah atau
perumahan.
|
||||
Rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan
disusun dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan tingkatan dampak yang
timbul sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 8
|
||||
Kewajiban ini ditekankan untuk rnewujudkan
pemanfaatan rumah sesuai dengan fungsinya yang utama sebagai tempat tinggal
atau hunian dan pembinaan keluarga dan tidak untuk keperluan lain.
|
||||
Pemanfaatan dan penggunaan untuk keperluan lain
yang berbeda dengan fungsi utama rumah, perlu dicegah agar tidak menimbulkan
gangguan bagi lingkungan dan tidak melanggar peraturan yang berlaku.
|
||||
Kewajiban pengelolaan dan pemeliharaan diarahkan
untuk menjaga keselarasan dengan lingkungan dan sekaligus dimaksudkan untuk
mewujudkan ketertiban pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang.
|
||||
Pasal 9
|
||||
Pembangunan perumahan oleh Pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan khusus antara lain transmigrasi, pemukiman kembali korban
bencana dan permukiman yang terpencar-pencar. Yang termasuk kebutuhan khusus
tersebut adalah pembangunan rumah dinas, sedangkan pembangunan perumahan
oleh badan-badan sosial atau keagamaan antara lain untuk menampung orang
lanjut usia (jompo), dan yatim piatu.
|
||||
Pasal 10
|
||||
Peraturan Pemerintah ini sekaligus dimaksudkan
untuk mengganti peraturan mengenai perumahan yang dikuasai negara yang
berlaku selama ini, yaitu Burgelijke Woning Regeling (Stbl. 1934
Nomor 147 jo Stbl. 1949 Nomor 338).
|
||||
Pasal 11
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Penyusunan kebijaksanaan di bidang perumahan dan
pemukiman yang meliputi penataan dan pengelolaan serta ketertiban
penyelenggaraannya memerlukan data yang bersifat rinci, menyeluruh, dan
dilaksanakan secara berkala.
|
||||
Data rumah tersebut meliputi berbagai hal mengenai
rumah dan perumahan antara lain aspek lokasi, kondisi, status rumah dan
tanah, sarana dan prasarananya.
|
||||
Data mengenai setiap unit rumah dapat dimanfaatkan
dalam mewujudkan ketertiban penataan dan pengelolaan rumah, antara lain,
bilamana diperlukan oleh masyarakat dapat dibuat tanda bukti pemilikan rumah.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 12
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
penghunian rumah tanpa persetujuan atau izin pemilik, dalam rangka
mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Penghunian meliputi pemakaian dan penggunaan rumah
sesuai dengan fungsi utama rumah sebagai tempat hunian dan pembinaan
keluarga, serta tidak untuk keperluan lain.
|
||||
Yang dimaksud penghunian dengan cara bukan
sewa-menyewa antara lain meliputi :
|
||||
a.
|
penghunian rumah instansi;
|
|||
b.
|
penghunian dengan cara menumpang;
|
|||
c.
|
penghunian semcntara.
|
|||
Ayat (3)
|
||||
Perjanjian tertulis penghunian rumah dengan cara
sewa-menyewa, sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai :
|
||||
a.
|
besarnya harga sewa;
|
|||
b.
|
batas waktu sewa-menyewa;
|
|||
c.
|
hak dan kewajiban penyewa dan pemilik rumah.
|
|||
Perjenjian tertulis penghunian rumah dengan cara
bukan sewa menyewa, sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai :
|
||||
a.
|
batas waktu penghunian;
|
|||
b.
|
hak dan kewajiban pemilik dan penghuni rumah.
|
|||
Ayat (4)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (5)
|
||||
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin
ketertiban dalam pemanfaatan rumah dan mempercepat pengosongan rumah sewa
yang dihuni tanpa hak agar pemilik rumah terlindungi haknya. Hal tersebut
akan menciptakan iklim yang dapat mendorong masyarakat untuk membangun rumah
sewa.
|
||||
Ayat (6)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (7)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 13
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Pengendalian harga sewa oleh Pemerintah
dimaksudkan agar dapat diwujudkan asas keterjangkauan.
|
||||
Di dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
kemudahan adalah bantuan Pemerintah antara lain, berupa kredit pembangunan
perumahan dengan bunga yang ringan maupun bantuan pengadaan prasarana dan
sarana lingkungan.
|
||||
Besarnya harga sewa rumah yang dibangun dengan
tidak memperoleh kemudahan dan bantuan Pemerintah ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara pemilik rumah dan penyewa.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 14
|
||||
Sengketa mengenai pemanfaatan rumah yang dimaksud
adalah yang terjadi selama masa berlakunya perjanjian antara pemilik dan
penghuni rumah.
|
||||
Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang antara lain
di dalam Pasal 10 dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan dalam
lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan
Tata Usaha Negara, maka penyelesaian sengketa tersebut disesuaikan dengan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970.
|
||||
Pasal 15
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Pemilikan rumah oleh bukan pemilik hak atas tanah,
dengan pcrsetujuan tertulis pemilik hak atas tanah, dapat dijadikan jaminan
utang dengan dibebani fidusia.
|
||||
Pemilikan rumah oleh pemilik hak atas tanah,
rumahnya dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia.
|
||||
Pemilikan rumah oleh pemilik hak atas tanah, rumah
beserta tanahnya dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hipotek.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Huruf a
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Huruf b
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 16
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Yang dimaksud dengan akta otentik adalah akta yang
dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.
|
||||
Pasal 17
|
||||
Peralihan hak milik yang dimaksud, dilakukan
berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun.
|
||||
Pasal 18
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman
diarahkan dalam kawasan permukiman skala besar dengan perencanaan yang
menyeluruh dan terpadu, yang pelaksanaannya, secara bertahap untuk memenuhi
kebutuhan permukiman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
|
||||
Luas permukiman skala besar disesuaikan dengan
lokasi dan besarnya kota, jumlah penduduk, jumlah unit rumah, dan luas
kawasan permukiman.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Dengan kawasan permukiman skala besar yang
tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman memungkinkan :
|
||||
Huruf a
|
||||
1.
|
penataan tanah dan ruang lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta sarana
lingkungan secara serasi dan seimbang;
|
|||
2.
|
penataan jaringan prasarana lingkungan dan sarana
lingkungan secara terencana dan teratur dengan hierarki yang berjenjang,
yaitu :
|
|||
1)
|
di daerah perkotaan memungkinkan adanya
pengembangan keterpaduan sistem jaringan jalan untuk angkutan perkotaan yang
selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, dan massal dengan sistem
jaringan jalan lingkungan yang menampung jasa berbagai moda angkutan
berkecepatan sedang untuk mobilitas manusia dan/atau angkutan barang;
|
|||
2)
|
di daerah pedesaan memungkinkan adanya
pengembangan keterpaduan sistem jaringan jalan untuk angkutan antar desa
dengan sistem jaringan jalan angkutan intra desa.
|
|||
Huruf b
|
||||
Integrasi lingkungan permukiman yang sudah ada ke
dalam lingkungan baru berskala besar dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
lingkungan yang tidak serasi atau yang eksklusif.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (4)
|
||||
Yang dimaksud dengan wilayah bukan perkotaan
adalah wilayah yang meliputi kawasan perdesaan dan kawasan yang mempunyai
fungsi tertentu yang berada di kawasan budidaya, seperti antara lain kawasan
industri dan kawasan pariwisata.
|
||||
Pasal 19
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Penetapan kawasan siap bangun dimaksud agar pada
jangka waktu tenentu mendapat perhatian sesuai dengan skala prioritas dalam
pelaksanaan Investasi prasarana dan sarana lingkungan permukiman.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Huruf a
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Huruf b
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Huruf c
|
||||
Jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan
terdiri atas jaringan jalan untuk memperlancar hubungan antar lingkungan,
saluran pembuangan air hujan untuk melakukan pematusan (drainase),
dan saluran pembuangan air limbah untuk kesehatan lingkungan, dalam kawasan
siap bangun.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (4)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 20
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Pengelolaan kawasan siap bangun yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan pada hakikatnya mengubah fungsi dan
nilai tanah sehingga menyebabkan harga tanah yang tinggi di luar kemampuan
masyarakat berpenghasilan rendah.
|
||||
Agar memungkinkan menyerap kembali kenaikan nilai
tanah tersebut untuk memulihkan biaya investasi berbagai prasarana dan
sarana lingkungan dan memberikan` subsidi silang kepada masyarakat
berpenghasilan rendah, maka pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh
Pemerintah.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Mengingat sifat dan fungsinya, sudah selayaknya
penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh badan usaha
milik negara (BUMN).
|
||||
Pemerintah dapat membentuk dan/atau menunjuk badan
lain di pusat dan di daerah (badan usaha milik daerah).
|
||||
Badan usaha milik negara atau badan-badan lain
tersebut dalam menyelenggarakan usahanya ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan kemanfaatan umum dan tidak semata-mata untuk
mencari keuntungan.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (4)
|
||||
Dalam rangka meningkatkan peran serta usaha negara,
koperasi dan swasta dalam penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun,
badan usaha milik negara atau badan lain dapat mengikutsertakan badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi dan badan usaha swasta yang
berusaha di bidang pembangunan perumahan.
|
||||
Dalam rangka meningkatkan kemampuan
penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun, Pemerintah dapat membantu
badan usaha milik negara atau badan lain dengan pemanfaatan tanah yang
langsung dikuasai oleh Negara yang dapat digunakan untuk pembangunan
perumahan dan permukiman.
|
||||
Ayat (5)
|
||||
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa
dalam kerja sama dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
koperasi dan badan usaha swasta yang berusaha di bidang pembangunan
perumahan, wewenang dan tanggung jawab pengelolaan kawasan siap bangun tetap
ditangan badan usaha milik negara atau badan lain yang ditugasi untuk itu.
|
||||
Ayat (6)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 21
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 22
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Agar masyarakat pemilik tanah terdorong dan
bersedia menjalankan konsolidasi tanah, Pemerintah dapat memberikan bantuan
berupa pembangunan jaringan prasarana lingkungan serta kemudahan berupa
rencana detail, dan berbagai perizinan yang diperlukan.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Ketentuan ini dimaksudkan agar tanah-tanah
tersebut yang telah dilepaskan haknya menjadi tanah negara digunakan untuk
penyediaan tanah bagi pembangunan lingkungan siap bangun. Peningkatan nilai
tanah karena pembangunan prasarana dan sarana lingkungan yang dilakukan
Pemerintah dimanfaatkan untuk memulihkan biaya investasi jaringan prasarana
dan sarana lingkungan serta untuk memberikan subsidi silang bagi masyarakat
golongan berpenghasilan rendah yang perlu mendapat bantuan dan kemudahan.
|
||||
Masyarakat pemilik tanah di kawasan siap bangun
yang melepaskan hak atas tanahnya mempunyai hak untuk memiliki saham usaha
dari badan usaha pembangunan di bidang perumahan, sedangkan yang tidak
bersedia melepaskan haknya hendaknya dapat melakukan konsolidasi tanah.
|
||||
Ayat (4)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (5)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 23
|
||||
Ketentuan ini dimaksudkan agar pembangunan perumahan dilakukan secara
terkonsentrasi di dalam kawasan siap bangun atau di lingkungan siap bangun
yang berdiri sendiri sehingga memudahkan penyediaan prasarana dan sarana
lingkungan. Pembangunan rumah atau perumahan oleh perseorangan, atau usaha
bersama dapat dilakukan di kawasan siap bangun, di lingkungan siap bangun
yang berdiri sendiri atau di luarnya sejauh sesuai dengan rencana tata ruang
yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
|
||||
Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan pembangunan rumah atau perumahan
baru di lokasi yang masih kosong di lingkungan perumahan yang sudah ada,
baik oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan, usaha bersama maupun
perseorangan pemilik tanah.
|
||||
Yang
dimaksud dengan usaha bersama adalah usaha yang dilakukan oleh masyarakat
pemilik tanah untuk mencapai tujuan bersama secara swadaya dengan hak dan
kewajiban yang diatur bersama yang tidak berbentuk badan usaha.
|
||||
Pasal 24
|
||||
Kewajiban seperti ini dimaksudkan agar badan usaha di bidang pembangunan
perumahan dalam melaksanakan pembangunan lingkungan siap bangun berdasarkan
urutan tahapan yang telah ditentukan.
|
||||
Yang
dimaksud dengan pemilikan adalah pemilikan hak atas tanah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertanahan, misalnya hak
milik, hak guna bangunan dan hak pakai.
|
||||
Pasal 25
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Kegiatan pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan oleh masyarakat
pemilik tanah melalui konsolidasi tanah yang dilakukan secara bertahap
merupakan kemudahan yang dapat meringankan beban masyarakat dalam melakukan
penataan lingkungan huniannya secara dini.
|
||||
Melalui
konsolidasi tanah yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, dimaksudkan
juga untuk mencegah adanya lingkungan perumahan yang tidak mengalami
penataan ruang dan penyediaan prasarana lingkungan sehingga terwujud
lingkungan hunian yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 26
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Dengan
ketentuan ini, pada dasarnya badan usaha di bidang pembangunan perumahan
dalam melakukan usahanya harus menjual kaveling beserta rumahnya.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Sesuai
dengan kebutuhan nyata dari masyarakat setempat yang memerlukan kaveling
tanah matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah, badan usaha di bidang
pembangunan perumahan dapat menjual kaveling tanah matang ukuran kecil dan
sedang tanpa rumah khususnya bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Kaveling tanah matang hasil konsolidasi tanah masyarakat merupakan rnilik
masyarakat sendiri, oleh karena itu para pemilik tanah mempunyai kebebasan
untuk memperjualbelikannya baik dengan rumah maupun tanpa rumah.
|
||||
Untuk
melindungi kepentingan masyarakat, pelepasan hak atas tanah dalam wilayah
yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun hanya dapat dilakukan dalam
wujud kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah.
|
||||
Penetapan luas kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan
besar dilakukan dengan memperhatikan keserasian lingkungan fisik, ekonomi,
sosial, dan budaya setempat.
|
||||
Pasal 27
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Agar
peningkatan kualitas permukiman dapat merupakan kegiatan yang bertumpu pada
masyarakat dan sekaligus menegaskan bahwa peningkatan kualitas permukiman
sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan masyarakat selain merupakan
tugas dan tanggung jawab Pemerintah, juga tidak terlepas dari tanggung jawab
dan peran serta masyarakat.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
a.
|
Perbaikan atau pemugaran merupakan kegiatan tanpa perombakan yang mendasar,
bersifat parsial dan memerlukan peran serta masyarakat yang dilaksanakan
secara bertahap.
|
|||
b.
|
Peremajaan merupakan kegiatan dengan perombakan mendasar bersifat menyeluruh
dan memerlukan peran serta masyarakat secara menyeluruh pula.
|
|||
c.
|
Pengelolaan dan pemeliharaan secara berkelanjutan, selain dilakukan dengan
melestarikan kemampuan fungsi dan daya dukung lingkungan, juga untuk
mencegah dan melarang siapapun melakukan hal-hal sebagai berikut :
|
|||
1)
|
melakukan pemecahan penggunaan, dan pemilikan tanah yang menyimpang dari
pembakuan;
|
|||
2)
|
mendirikan, memperluas rumah tanpa memenuhi persyaratan teknis, ekologis,
dan administralif;
|
|||
3)
|
memanfaatkan rumah, prasarana dan sarana lingkungan yang menyimpang dari
fungsinya yang utama atau melampaui daya dukungnya.
|
|||
Selain
di kawasan permukiman, ketentuan ini berlaku juga di daerah terbuka hijau
dan daerah yang berfungsi sebagai penyangga yang memisahkan kawasan
permukiman dengan kawasan industri, prasarana perhubungun antara lain :
daerah manfaat jalan arteri, tol, kereta api, sungai, dan danau.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal 28
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Untuk
terciptanya lingkungan permukiman yang memenuhi persyaratan keamanan,
kesehatan, kenyamanan dan keandalan bangunan, suatu lingkungan permukiman
yang tidak sesuai dengan tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi,
kualitas bangunan sangat rendah, prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat
dan rawan, yang dapat membahayakan kehidupan dan penghidupan masyarakat
penghuni, dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah tingkat II yang
bersangkutan sebagai lingkungan permukiman kumuh yang tidak layak huni dan
perlu diremajakan, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Dalam
pelaksanaan program peremajaan lingkungan kumuh tersebut, perlu adanya
kesepakatan antara masyarakat pemilik tanah dan/atau penghuni dengan
pemerintah daerah, karena dalam pelaksanaan peremajaan tersebut dapat
terjadi perombakan menyeluruh, sehingga penghuni untuk sementara waktu
dimukimkan di tempat lain untuk kemudian dimukimkan kembali di kawasan yang
telah diremajakan tersebut.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
29
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Hak dan
kesempatan untuk berperan serta yang sebesar-besarnya tersebut mcliputi
kegiatan dalam proses pemugaran, perbaikan, peremajaan lingkungan, dan
pembangunan perumahan.
|
||||
Agar
masyarakat bersedia dan mampu berperan serta dalam kegiatan tersebut,
Pemerintah menyelenggarakan penyuluhan dan pembimbingan, pendidikan, serta
pelatihan yang sesuai dengan kemampuan masyarakat.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Peran
serta masyarakat dilibatkan secara dini, mulai dari tahapan menyepakati
permasalahan bersama, merumuskan program, menyusun rencana pelaksanaan,
mengawasi dan mengendalikan program dengan pendekatan dari bawah ke atas.
|
||||
Pelaksanaan peran serta masyarakat di bidang perumahan dan permukiman dapat
melalui proses formal dan non formal, baik dalam bentuk koperasi maupun
bentuk usaha bersama swadaya masyarakat yang lain.
|
||||
Pasal
30
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Wujud
pembinaan di bidang perumahan dan permukiman tersebut berupa kebijaksanaan,
strategi, rencana dan program, yang meliputi berbagai aspek antara lain :
|
||||
a.
|
rumah,
prasarana dan sarana lingkungan;
|
|||
b.
|
tata
ruang;
|
|||
c.
|
pertanahan;
|
|||
d.
|
industri bahan, jasa konstruksi dan rancang bangun;
|
|||
e.
|
pembiayaan;
|
|||
f.
|
kelembagaan;
|
|||
g.
|
sumber
daya manusia;
|
|||
h.
|
peraturan perundang-undangan.
|
|||
Ayat (2)
|
||||
Pembinaan secara terpadu dan berkelanjutan dilakukan terhadap badan usaha di
bidang perumahan yang meliputi pembimbingan usaha, pengembangan kemampuan
manajemen, kemudahan perizinan usaha untuk meningkatkan hasil kerja, daya
saing dan tanggung jawab profesi.
|
||||
Pemerintah membina badan usaha sebagaimana tersebut di atas, yaitu
perusahaan pembangunan perumahan baik BUMN, BUMD, koperasi, perseorangan
maupun swasta yang bergerak antara lain di bidang usaha industri bahan
bangunan, industri komponen bangunan, konsultan, kontraktor, developer dan
lembaga-lembaga keuangan.
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
31
|
||||
Berbagai aspek yang terkait dalam pembangunan perumahan dan permukiman yang
wajib diperhatikan secara menyeluruh dan terpadu antara lain meliputi
peningkatan jumlah penduduk dan penyebarannya, perluasan kesempatan kerja
dan usaha, program pembangunan sektoral dan pembangunan daerah, pelestarian
kemampuan lingkungan, kondisi geografis dan potensi sumber daya alam,
termasuk daerah rawan bencana, nilai sosial dan budaya daerah, dan
pengembangan kelembagaan.
|
||||
Rencana,
program dan prioritas pembangunan perumahan dan permukiman, selain merupakan
bagian dari pelaksanaan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan bukan
perkotaan daerah tingkat II yang dijabarkan dari rencana tata ruang wilayah
daerah tingkat I yang bersangkutan, juga memperhatikan strategi nasional
pengembangan perkotaan.
|
||||
Pasal
32
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Huruf a
|
||||
Penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman melalui penggunaan tanah
negara, selain ditujukan untuk penyediaan kaveling tanah matang dengan
penerapan subsidi silang, juga ditujukan sebagai modal untuk cadangan tanah
negara secara berkelanjutan.
|
||||
Penerimaan hasil pengusahaan tanah negara tersebut digunakan untuk
penyediaan tanah di lokasi lain sehingga selalu tersedia cadangan tanah
negara dalam jumlah yang memadai untuk pembangunan perumahan dan permukiman
pada waktu yang akan datang.
|
||||
Huruf b
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Huruf c
|
||||
Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah dilakukan dengan kesepakatan,
sehingga tidak merugikan pemilik hak atas tanah.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
33
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Pemupukan dana dilakukan Pemerintah dengan memanfaatkan sumber-sumber dana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Kredit
untuk perumahan antara lain berupa kredit pemilikan rumah, kredit
pembangunan rumah, kredit perbaikan rumah, dan kredit pemugaran rumah.
|
||||
Melalui
bantuan dan/atau kemudahan ini diharapkan masyarakat mampu membangun,
memperbaiki, memugar sendiri atau memiliki rumah sendiri dengan fasilitas
yang semakin tersedia dan terjangkau.
|
||||
Pasal
34
|
||||
Membangun perumahan dan permukiman selalu diusahakan dengan memanfaatkan
hasil penelitian dan pengembangan teknologi, industri bahan bangunan, jasa
konstruksi dan rancang bangun yang sesuai dengan lingkungan dan sejauh
mungkin menggunakan bahan banguran lokal secara bijaksana dan hemat energi
serta sejauh mungkin menggunakan tenaga kerja setempat.
|
||||
Hal ini
dimaksudkan untuk menekan biaya pembangunan dengan mutu yang memadai dan
mendorong pengembangan usaha dan sentra produksi, agar dapat memperluas
kesempatan usaha dan kesempatan kerja dan memungkinkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya.
|
||||
Pasal
35
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Penyerahan sebagian urusan pemerintahan mengenai tugas dan wewenang
pembinaan di bidang perumahan dan permukiman kepada pemerintah daerah,
dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya titik berat otonomi berada di daerah
tingkat II sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota
Jakarta berlaku sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang
Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia
Jakarta.
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
36
|
||||
Ayat (1)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (2)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (3)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Ayat (4)
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
37
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
38
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
39
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
40
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
41
|
||||
Cukup jelas
|
||||
Pasal
42
|
||||
Setelah Undang-undang ini
diundangkan, dipandang perlu Pemerintah mengadakan persiapan seperluanya.
|
||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3469 |
sumber : http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1992/4TAHUN~1992UUPenj.htm
No comments:
Post a Comment