Friday, January 11, 2013

Undang - Undang dan Peraturan Pembangunan Nasional

Undang - undang no. 4 tahun 1992 Tentang Pemukiman

P E N J E L A S A N
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1992

TENTANG

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

UMUM
Untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan pembangunan nasional, yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupa semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan dan pemilikan, setiap pembangunan rumah hanya dapat dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman harus diganti secara nasional karena tanah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat bertambah akan tetapi harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Proses penyediaannya harus dikelola dan dikendalikan oleh Pemerintah agar supaya penggunaan dan pemanfaatannya dapat menjangkau masyarakat secara adil dan merata tanpa menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya masyarakat.
Untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang dan sesuai dengan rencana tata ruang, Suatu wilayah permukiman ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang dilengkapi jaringan prasarana primer dan sekunder lingkungan.
Penyelenggaran pembangunan perumahan dan permukiman mendorong dan memperkukuh demokrasi ekonomi serta memberikan kesempatan yang sama dan saling menunjang antara badan usaha negara, koperasi, dan swasta berdasarkan asas kekeluargaan.
Pembangunan di bidang perumahan dan permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berperan serta.
Di samping usaha peningkatan pembangunan perumahan dan permukiman perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaannya.
Sejalan dengan peran serta masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan permukiman, Pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melakukan pembinaan dalam wujud pengaturan dan pembimbingan, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan dan kemudahan, penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait antara lain tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia serta peraturan perundang-undangan.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang menjamin perlindungan hak-hak atas tanah yang dimiliki pemilik tanah, dalam pelepasan hak atas tanah didasarkan pada asas kesepakatan, memberikan landasan bagi setiap kegiatan pembangunan di bidang perumahan dan permukiman untuk terjaminnya kepastian dan ketertiban hukum tentang penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah memberikan landasan bagi pembangunan perumahan dan permukiman yang pada hakikatnya sangat kompleks dan bersifat multidimensional serta multisektoral, perlu ditangani secara terpadu melalui koordinasi yang berjenjang di setiap tingkat pemerintahan serta harus sesuai dengan tata ruang.
Di samping itu, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, juga memberikan landasan bagi pembinaan perangkat kelembagaan di daerah dalam rangka penyerahan urusan pemerintahan di daerah dengan pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan titik berat pada daerah tingkat II.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, memberikan landasan bagi pembinaan penyuluhan kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman di daerah perdesaan dalam rangka mendorong dan menggerakkan usaha bersama masyarakat secara swadaya.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan landasan bagi kewajiban melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan perumahan dan permukiman, sejalan dengan kewajiban setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan pembangunan rumah atau perumahan untuk memenuhi persyaratan teknis, ekologis, dan administratif.
Guna menjawab tuntutan kebutuhan perumahan dan permukiman pada masa kini dan masa yang akan datang, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai. Sehubungan dengan itu, maka dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tersebut dengan Undang-undang baru tentang Perumahan dan Permukiman.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1


Selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan manusia untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah juga merupakan tempat awal pengembangan kehidupan dan penghidupan keluarga, dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
Angka 2


Selain berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk mengembangkan kehidupan dan penghidupan keluarga, perumahan juga merupakan tempat untuk menyelenggarakan kegiatan bermasyarakat dalam lingkup terbatas. Penataan ruang dan kelengkapan prasarana dan sarana lingkungan dan sebagainya, dimaksudkan agar lingkungan tersebut akan merupakan lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta dapat berfungsi sebagaimana diharapkan.
Angka 3


Permukiman yang dimaksud dalam Undang-undang ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Angka 4


Satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang tertentu, yang dilengkapi dengan sistem prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas dan dengan penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal.
Angka 5
Sarana dasar yang utama bagi berfungsinya suatu lingkungan permukiman adalah :
1.
jaringan jalan untuk mobilitas manusia dan angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta untuk menciptakan ruang dan bangunan yang teratur.
2.
jaringan saluran pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah untuk kesehatan lingkungan.
3.
jaringan saluran air hujan untuk pematusan (drainase) dan pencegahan banjir setempat.
Dalam keadaan tidak terdapat air tanah sebagai sumber air bersih, jaringan air bersih merupakan sarana dasar.
Angka 6
Fasilitas penunjang dimaksud dapat meliputi aspek ekonomi yang antara lain, berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan yang tidak mencemari lingkungan, sedangkan fasilitas penunjang yang meliputi aspek sosial budaya, antara lain berupa bangunan pelayanan umum dan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga, pemakaman, dan pertamanan.
Angka 7
Utilitas umum meliputi antara lain jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, dan pemadam kebakaran. Utilitas umum membutuhkan pengelolaan secara berkelanjutan dan profesional oleh badan usaha agar dapat memberikan pelayanan yang memadai kepada masyarakat.
Angka 8
Yang dimaksud dengan jaringan primer prasarana lingkungan dalam kawasan siap bangun adalah jaringan utama yang menghubungkan antar kawasan permukiman atau antara kawasan permukiman dan kawasan yang lain.
Jaringan sekunder prasarana lingkungan adalah jaringan cabang dari jaringan primer prasarana lingkungan yang melayani kebutuhan di dalam satu-satuan lingkungan permukiman.
Dengan adanya jaringan primer dan jaringan sekunder maka dapat terbentuk suatu sistem jaringan prasarana lingkungan dalam kawasan siap bangun secara hierarkis berjenjang.
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah perkotaan perlu dibakukan, selain untuk menghemat dalam investasi prasarana lingkungan juga untuk mencegah penggunaan di bawah standar atau melampaui standar melalui penerapan persyaratan pembakuan dan penetapan pola rencana tata ruang.
Angka 11
Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan sendiri oleh masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi tanah, dapat dilaksanakan dengan dana yang lebih kecil dari pada yang dilakukan oleh badan usaha di bidang perumahan dan permukiman.
Penyelenggaraannya dilakukan oleh usaha bersama masyarakat secara swadaya dengan bimbingan pemerintah daerah serta dapat melibatkan kelompok profesi dan kelompok minat di dalam masyarakat di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Pasal 2
Ayat (1)
Undang-undang ini mengatur rumah dan perumahan, baik di dalam maupun di luar kawasan atau lingkungan permukiman, dan mencegah adanya anggapan bahwa tidak ada rumah dan perumahan selain yang berada di kawasan atau di lingkungan permukiman.
Rumah dan perumahan yang berada di luar kawasan atau lingkungan permukiman, misalnya rumah dan perumahan di dalam kawasan industri, kawasan pariwisata, serta rumah-rumah yang letaknya terpencar-pencar dan tidak membentuk suatu lingkungan permukiman.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Asas manfaat memberikan landasan agar pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman yang menggunakan berbagai sumber daya yang terbatas dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Asas adil dan merata memberikan landasan agar hasil-hasil pembangunan perumahan dan permukiman dapat dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh rakyat.
Asas kebersamaan dan kekeluargaan memberikan landasan agar golongan masyarakat yang kuat membantu golongan masyarakat yang lemah dan menccgah terjadinya lingkungan permukiman yang eksklusif.
Asas kepercayaan kepada diri sendiri memberikan landasan agar segala usaha dan kegiatan dalam pembangunan perumahan dan permukiman bertumpu pada prakarsa, swadaya dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri.
Asas keterjangkauan memberikan landasan agar hasil pembangunan perumahan dan permukiman dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Asas kelestarian lingkungan hidup memberikan landasan untuk menunjang pembangunan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Bidang-bidang lain adalah bidang yang antara lain dapat mendukung ketertiban kehidupan masyarakat dan stabilitas nasional yang dinamis.
Pasal 5
Ayat (1)
Pemenuhan hak warga negara tersebut dapat dilakukan dengan cara membangun sendiri atau dengan cara sewa, membeli secara tunai ataupun angsuran, hibah dan cara lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menempati atau menikmati rumah merupakan pemenuhan hak sebelum dapat memiliki rumah sendiri.
Rumah yang layak adalah bangunan rumah yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuniannya.
Lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah, pemilikan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana serta sarana lingkungannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas hubungan status rumah dan tanah.
Hal ini diperlukan untuk mewujudkan ketertiban, dan ketenteraman baik dalam pembangunan rumah maupun dalam pemanfaatannya.
Ayat (2)
Perjanjian tertulis dimaksud memuat ketentuan mengenai :
a.
hak dan kewajiban pihak yang membangun rumah dan pihak yang memiliki hak atas tanah;
b.
jangka waktu pemanfaatan tanah dan penguasaan rumah oleh pihak yang membangun rumah atau yang dikuasakannya.
Dengan demikian dapat dicegah hal-hal yang memungkinkan dikuasai atau digunakannya tanah oleh bukan pemilik hak atas tanah tanpa batas waktu dan penyimpangan dari peraturan perundang-undangan di bidang agraria.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan membangun rumah atau perumahan termasuk membangun baru, memugar, memperluas rumah atau perumahan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor setempat mengenai keadaan fisik, ekonomi, sosial dan budaya serta keterjangkauan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan.
Pengertian setiap orang atau badan adalah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia serta warga negara asing penduduk Indonesia dan badan asing yang berkedudukan di Indonesia, yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dibenarkan untuk membangun rumah atau perumahan.
Untuk mewujudkan rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur, maka pembangunan rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif serta wajib melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan.
Persyaratan teknis berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan bangunan, dan keandalan sarana serta prasarana lingkungannya. Persyaratan ekologis berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan.
Persyaratan administratif berkaitan dengan pemberian izin usaha, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan serta pemberian hak atas tanah.
Pemantauan lingkungan bertujuan untuk mengetahui dampak negatif yang terjadi selama pelaksanaan pembangunan rumah atau perumahan, sedangkan pengelolaan lingkungan bertujuan untuk dapat mengambil tindakan koreksi bila terjadi dampak negatif dari pembangunan rumah atau perumahan.
Rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan disusun dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan tingkatan dampak yang timbul sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Kewajiban ini ditekankan untuk rnewujudkan pemanfaatan rumah sesuai dengan fungsinya yang utama sebagai tempat tinggal atau hunian dan pembinaan keluarga dan tidak untuk keperluan lain.
Pemanfaatan dan penggunaan untuk keperluan lain yang berbeda dengan fungsi utama rumah, perlu dicegah agar tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan dan tidak melanggar peraturan yang berlaku.
Kewajiban pengelolaan dan pemeliharaan diarahkan untuk menjaga keselarasan dengan lingkungan dan sekaligus dimaksudkan untuk mewujudkan ketertiban pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 9
Pembangunan perumahan oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan khusus antara lain transmigrasi, pemukiman kembali korban bencana dan permukiman yang terpencar-pencar. Yang termasuk kebutuhan khusus tersebut adalah pembangunan rumah dinas, sedangkan pembangunan perumahan oleh badan-badan sosial atau keagamaan antara lain untuk menampung orang lanjut usia (jompo), dan yatim piatu.
Pasal 10
Peraturan Pemerintah ini sekaligus dimaksudkan untuk mengganti peraturan mengenai perumahan yang dikuasai negara yang berlaku selama ini, yaitu Burgelijke Woning Regeling (Stbl. 1934 Nomor 147 jo Stbl. 1949 Nomor 338).
Pasal 11
Ayat (1)
Penyusunan kebijaksanaan di bidang perumahan dan pemukiman yang meliputi penataan dan pengelolaan serta ketertiban penyelenggaraannya memerlukan data yang bersifat rinci, menyeluruh, dan dilaksanakan secara berkala.
Data rumah tersebut meliputi berbagai hal mengenai rumah dan perumahan antara lain aspek lokasi, kondisi, status rumah dan tanah, sarana dan prasarananya.
Data mengenai setiap unit rumah dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan ketertiban penataan dan pengelolaan rumah, antara lain, bilamana diperlukan oleh masyarakat dapat dibuat tanda bukti pemilikan rumah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penghunian rumah tanpa persetujuan atau izin pemilik, dalam rangka mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum.
Ayat (2)
Penghunian meliputi pemakaian dan penggunaan rumah sesuai dengan fungsi utama rumah sebagai tempat hunian dan pembinaan keluarga, serta tidak untuk keperluan lain.
Yang dimaksud  penghunian dengan cara bukan sewa-menyewa antara lain meliputi :
a.
penghunian rumah instansi;
b.
penghunian dengan cara menumpang;
c.
penghunian semcntara.
Ayat (3)
Perjanjian tertulis penghunian rumah dengan cara sewa-menyewa, sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai :
a.
besarnya harga sewa;
b.
batas waktu sewa-menyewa;
c.
hak dan kewajiban penyewa dan pemilik rumah.
Perjenjian tertulis penghunian rumah dengan cara bukan sewa menyewa, sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai :
a.
batas waktu penghunian;
b.
hak dan kewajiban pemilik dan penghuni rumah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin ketertiban dalam pemanfaatan rumah dan mempercepat pengosongan rumah sewa yang dihuni tanpa hak agar pemilik rumah terlindungi haknya. Hal tersebut akan menciptakan iklim yang dapat mendorong masyarakat untuk membangun rumah sewa.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Pengendalian harga sewa oleh Pemerintah dimaksudkan agar dapat diwujudkan asas keterjangkauan.
Di dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan kemudahan adalah bantuan Pemerintah antara lain, berupa kredit pembangunan perumahan dengan bunga yang ringan maupun bantuan pengadaan prasarana dan sarana lingkungan.
Besarnya harga sewa rumah yang dibangun dengan tidak memperoleh kemudahan dan bantuan Pemerintah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pemilik rumah dan penyewa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Sengketa mengenai pemanfaatan rumah yang dimaksud adalah yang terjadi selama masa berlakunya perjanjian antara pemilik dan penghuni rumah.
Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang antara lain di dalam Pasal 10 dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, maka penyelesaian sengketa tersebut disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970.
Pasal 15
Ayat (1)
Pemilikan rumah oleh bukan pemilik hak atas tanah, dengan pcrsetujuan tertulis pemilik hak atas tanah, dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia.
Pemilikan rumah oleh pemilik hak atas tanah, rumahnya dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia.
Pemilikan rumah oleh pemilik hak atas tanah, rumah beserta tanahnya dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hipotek.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan akta otentik adalah akta yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.
Pasal 17
Peralihan hak milik yang dimaksud, dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Pasal 18
Ayat (1)
Pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman diarahkan dalam kawasan permukiman skala besar dengan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu, yang pelaksanaannya, secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan permukiman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Luas permukiman skala besar disesuaikan dengan lokasi dan besarnya kota, jumlah penduduk, jumlah unit rumah, dan luas kawasan permukiman.
Ayat (2)
Dengan kawasan permukiman skala besar yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman memungkinkan :
Huruf a
1.
penataan tanah dan ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta sarana lingkungan secara serasi dan seimbang;
2.
penataan jaringan prasarana lingkungan dan sarana lingkungan secara terencana dan teratur dengan hierarki yang berjenjang, yaitu :
1)
di daerah perkotaan memungkinkan adanya pengembangan keterpaduan sistem jaringan jalan untuk angkutan perkotaan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, dan massal dengan sistem jaringan jalan lingkungan yang menampung jasa berbagai moda angkutan berkecepatan sedang untuk mobilitas manusia dan/atau angkutan barang;
2)
di daerah pedesaan memungkinkan adanya pengembangan keterpaduan sistem jaringan jalan untuk angkutan antar desa dengan sistem jaringan jalan angkutan intra desa.
Huruf b
Integrasi lingkungan permukiman yang sudah ada ke dalam lingkungan baru berskala besar dimaksudkan untuk mencegah terjadinya lingkungan yang tidak serasi atau yang eksklusif.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan wilayah bukan perkotaan adalah wilayah yang meliputi kawasan perdesaan dan kawasan yang mempunyai fungsi tertentu yang berada di kawasan budidaya, seperti antara lain kawasan industri dan kawasan pariwisata.
Pasal 19
Ayat (1)
Penetapan kawasan siap bangun dimaksud agar pada jangka waktu tenentu mendapat perhatian sesuai dengan skala prioritas dalam pelaksanaan Investasi prasarana dan sarana lingkungan permukiman.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan terdiri atas jaringan jalan untuk memperlancar hubungan antar lingkungan, saluran pembuangan air hujan untuk melakukan pematusan (drainase), dan saluran pembuangan air limbah untuk kesehatan lingkungan, dalam kawasan siap bangun.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Pengelolaan kawasan siap bangun yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan pada hakikatnya mengubah fungsi dan nilai tanah sehingga menyebabkan harga tanah yang tinggi di luar kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah.
Agar memungkinkan menyerap kembali kenaikan nilai tanah tersebut untuk memulihkan biaya investasi berbagai prasarana dan sarana lingkungan dan memberikan` subsidi silang kepada masyarakat berpenghasilan rendah, maka pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh Pemerintah.
Ayat (2)
Mengingat sifat dan fungsinya, sudah selayaknya penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN).
Pemerintah dapat membentuk dan/atau menunjuk badan lain di pusat dan di daerah (badan usaha milik daerah).
Badan usaha milik negara atau badan-badan lain tersebut dalam menyelenggarakan usahanya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemanfaatan umum dan tidak semata-mata untuk mencari keuntungan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Dalam rangka meningkatkan peran serta usaha negara, koperasi dan swasta dalam penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun, badan usaha milik negara atau badan lain dapat mengikutsertakan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi dan badan usaha swasta yang berusaha di bidang pembangunan perumahan.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun, Pemerintah dapat membantu badan usaha milik negara atau badan lain dengan pemanfaatan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara yang dapat digunakan untuk pembangunan perumahan dan permukiman.
Ayat (5)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam kerja sama dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi dan badan usaha swasta yang berusaha di bidang pembangunan perumahan, wewenang dan tanggung jawab pengelolaan kawasan siap bangun tetap ditangan badan usaha milik negara atau badan lain yang ditugasi untuk itu.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Agar masyarakat pemilik tanah terdorong dan bersedia menjalankan konsolidasi tanah, Pemerintah dapat memberikan bantuan berupa pembangunan jaringan prasarana lingkungan serta kemudahan berupa rencana detail, dan berbagai perizinan yang diperlukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar tanah-tanah tersebut yang telah dilepaskan haknya menjadi tanah negara digunakan untuk penyediaan tanah bagi pembangunan lingkungan siap bangun. Peningkatan nilai tanah karena pembangunan prasarana dan sarana lingkungan yang dilakukan Pemerintah dimanfaatkan untuk memulihkan biaya investasi jaringan prasarana dan sarana lingkungan serta untuk memberikan subsidi silang bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah yang perlu mendapat bantuan dan kemudahan.
Masyarakat pemilik tanah di kawasan siap bangun yang melepaskan hak atas tanahnya mempunyai hak untuk memiliki saham usaha dari badan usaha pembangunan di bidang perumahan, sedangkan yang tidak bersedia melepaskan haknya hendaknya dapat melakukan konsolidasi tanah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 23
Ketentuan ini dimaksudkan agar pembangunan perumahan dilakukan secara terkonsentrasi di dalam kawasan siap bangun atau di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri sehingga memudahkan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan. Pembangunan rumah atau perumahan oleh perseorangan, atau usaha bersama dapat dilakukan di kawasan siap bangun, di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri atau di luarnya sejauh sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan pembangunan rumah atau perumahan baru di lokasi yang masih kosong di lingkungan perumahan yang sudah ada, baik oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan, usaha bersama maupun perseorangan pemilik tanah.
Yang dimaksud dengan usaha bersama adalah usaha yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah untuk mencapai tujuan bersama secara swadaya dengan hak dan kewajiban yang diatur bersama yang tidak berbentuk badan usaha.
Pasal 24
Kewajiban seperti ini dimaksudkan agar badan usaha di bidang pembangunan perumahan dalam melaksanakan pembangunan lingkungan siap bangun berdasarkan urutan tahapan yang telah ditentukan.
Yang dimaksud dengan pemilikan adalah pemilikan hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertanahan, misalnya hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai.
Pasal 25
Ayat (1)
Kegiatan pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi tanah yang dilakukan secara bertahap merupakan kemudahan yang dapat meringankan beban masyarakat dalam melakukan penataan lingkungan huniannya secara dini.
Melalui konsolidasi tanah yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, dimaksudkan juga untuk mencegah adanya lingkungan perumahan yang tidak mengalami penataan ruang dan penyediaan prasarana lingkungan sehingga terwujud lingkungan hunian yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Dengan ketentuan ini, pada dasarnya badan usaha di bidang pembangunan perumahan dalam melakukan usahanya harus menjual kaveling beserta rumahnya.
Ayat (2)
Sesuai dengan kebutuhan nyata dari masyarakat setempat yang memerlukan kaveling tanah matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah, badan usaha di bidang pembangunan perumahan dapat menjual kaveling tanah matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah khususnya bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
Ayat (3)
Kaveling tanah matang hasil konsolidasi tanah masyarakat merupakan rnilik masyarakat sendiri, oleh karena itu para pemilik tanah mempunyai kebebasan untuk memperjualbelikannya baik dengan rumah maupun tanpa rumah.
Untuk melindungi kepentingan masyarakat, pelepasan hak atas tanah dalam wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun hanya dapat dilakukan dalam wujud kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Penetapan luas kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan besar dilakukan dengan memperhatikan keserasian lingkungan fisik, ekonomi, sosial, dan budaya setempat.
Pasal 27
Ayat (1)
Agar peningkatan kualitas permukiman dapat merupakan kegiatan yang bertumpu pada masyarakat dan sekaligus menegaskan bahwa peningkatan kualitas permukiman sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan masyarakat selain merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah, juga tidak terlepas dari tanggung jawab dan peran serta masyarakat.
Ayat (2)
a.
Perbaikan atau pemugaran merupakan kegiatan tanpa perombakan yang mendasar, bersifat parsial dan memerlukan peran serta masyarakat yang dilaksanakan secara bertahap.
b.
Peremajaan merupakan kegiatan dengan perombakan mendasar bersifat menyeluruh dan memerlukan peran serta masyarakat secara menyeluruh pula.
c.
Pengelolaan dan pemeliharaan secara berkelanjutan, selain dilakukan dengan melestarikan kemampuan fungsi dan daya dukung lingkungan, juga untuk mencegah dan melarang siapapun melakukan hal-hal sebagai berikut :
1)
melakukan pemecahan penggunaan, dan pemilikan tanah yang menyimpang dari pembakuan;
2)
mendirikan, memperluas rumah tanpa memenuhi persyaratan teknis, ekologis, dan administralif;
3)
memanfaatkan rumah, prasarana dan sarana lingkungan yang menyimpang dari fungsinya yang utama atau melampaui daya dukungnya.
Selain di kawasan permukiman, ketentuan ini berlaku juga di daerah terbuka hijau dan daerah yang berfungsi sebagai penyangga yang memisahkan kawasan permukiman dengan kawasan industri, prasarana perhubungun antara lain : daerah manfaat jalan arteri, tol, kereta api, sungai, dan danau.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Untuk terciptanya lingkungan permukiman yang memenuhi persyaratan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keandalan bangunan, suatu lingkungan permukiman yang tidak sesuai dengan tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi, kualitas bangunan sangat rendah, prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat dan rawan, yang dapat membahayakan kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni, dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah tingkat II yang bersangkutan sebagai lingkungan permukiman kumuh yang tidak layak huni dan perlu diremajakan, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ayat (2)
Dalam pelaksanaan program peremajaan lingkungan kumuh tersebut, perlu adanya kesepakatan antara masyarakat pemilik tanah dan/atau penghuni dengan pemerintah daerah, karena dalam pelaksanaan peremajaan tersebut dapat terjadi perombakan menyeluruh, sehingga penghuni untuk sementara waktu dimukimkan di tempat lain untuk kemudian dimukimkan kembali di kawasan yang telah diremajakan tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Hak dan kesempatan untuk berperan serta yang sebesar-besarnya tersebut mcliputi kegiatan dalam proses pemugaran, perbaikan, peremajaan lingkungan, dan pembangunan perumahan.
Agar masyarakat bersedia dan mampu berperan serta dalam kegiatan tersebut, Pemerintah menyelenggarakan penyuluhan dan pembimbingan, pendidikan, serta pelatihan yang sesuai dengan kemampuan masyarakat.
Ayat (2)
Peran serta masyarakat dilibatkan secara dini, mulai dari tahapan menyepakati permasalahan bersama, merumuskan program, menyusun rencana pelaksanaan, mengawasi dan mengendalikan program dengan pendekatan dari bawah ke atas.
Pelaksanaan peran serta masyarakat di bidang perumahan dan permukiman dapat melalui proses formal dan non formal, baik dalam bentuk koperasi maupun bentuk usaha bersama swadaya masyarakat yang lain.
Pasal 30
Ayat (1)
Wujud pembinaan di bidang perumahan dan permukiman tersebut berupa kebijaksanaan, strategi, rencana dan program, yang meliputi berbagai aspek antara lain :
a.
rumah, prasarana dan sarana lingkungan;
b.
tata ruang;
c.
pertanahan;
d.
industri bahan, jasa konstruksi dan rancang bangun;
e.
pembiayaan;
f.
kelembagaan;
g.
sumber daya manusia;
h.
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Pembinaan secara terpadu dan berkelanjutan dilakukan terhadap badan usaha di bidang perumahan yang meliputi pembimbingan usaha, pengembangan kemampuan manajemen, kemudahan perizinan usaha untuk meningkatkan hasil kerja, daya saing dan tanggung jawab profesi.
Pemerintah membina badan usaha sebagaimana tersebut di atas, yaitu perusahaan pembangunan perumahan baik BUMN, BUMD, koperasi, perseorangan maupun swasta yang bergerak antara lain di bidang usaha industri bahan bangunan, industri komponen bangunan, konsultan, kontraktor, developer dan lembaga-lembaga keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Berbagai aspek yang terkait dalam pembangunan perumahan dan permukiman yang wajib diperhatikan secara menyeluruh dan terpadu antara lain meliputi peningkatan jumlah penduduk dan penyebarannya, perluasan kesempatan kerja dan usaha, program pembangunan sektoral dan pembangunan daerah, pelestarian kemampuan lingkungan, kondisi geografis dan potensi sumber daya alam, termasuk daerah rawan bencana, nilai sosial dan budaya daerah, dan pengembangan kelembagaan.
Rencana, program dan prioritas pembangunan perumahan dan permukiman, selain merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan bukan perkotaan daerah tingkat II yang dijabarkan dari rencana tata ruang wilayah daerah tingkat I yang bersangkutan, juga memperhatikan strategi nasional pengembangan perkotaan.
Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman melalui penggunaan tanah negara, selain ditujukan untuk penyediaan kaveling tanah matang dengan penerapan subsidi silang, juga ditujukan sebagai modal untuk cadangan tanah negara secara berkelanjutan.
Penerimaan hasil pengusahaan tanah negara tersebut digunakan untuk penyediaan tanah di lokasi lain sehingga selalu tersedia cadangan tanah negara dalam jumlah yang memadai untuk pembangunan perumahan dan permukiman pada waktu yang akan datang.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah dilakukan dengan kesepakatan, sehingga tidak merugikan pemilik hak atas tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Pemupukan dana dilakukan Pemerintah dengan memanfaatkan sumber-sumber dana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Kredit untuk perumahan antara lain berupa kredit pemilikan rumah, kredit pembangunan rumah, kredit perbaikan rumah, dan kredit pemugaran rumah.
Melalui bantuan dan/atau kemudahan ini diharapkan masyarakat mampu membangun, memperbaiki, memugar sendiri atau memiliki rumah sendiri dengan fasilitas yang semakin tersedia dan terjangkau.
Pasal 34
Membangun perumahan dan permukiman selalu diusahakan dengan memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan teknologi, industri bahan bangunan, jasa konstruksi dan rancang bangun yang sesuai dengan lingkungan dan sejauh mungkin menggunakan bahan banguran lokal secara bijaksana dan hemat energi serta sejauh mungkin menggunakan tenaga kerja setempat.
Hal ini dimaksudkan untuk menekan biaya pembangunan dengan mutu yang memadai dan mendorong pengembangan usaha dan sentra produksi, agar dapat memperluas kesempatan usaha dan kesempatan kerja dan memungkinkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
Pasal 35
Ayat (1)
Penyerahan sebagian urusan pemerintahan mengenai tugas dan wewenang pembinaan di bidang perumahan dan permukiman kepada pemerintah daerah, dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya titik berat otonomi berada di daerah tingkat II sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta berlaku sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Setelah Undang-undang ini diundangkan, dipandang perlu Pemerintah mengadakan persiapan seperluanya.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3469

  
sumber : http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1992/4TAHUN~1992UUPenj.htm

No comments:

Post a Comment